LKCDOMPETDHUAFA.ORG, NTB − Abdurahman Parisi biasa dipanggil Rahman, seorang anak semata wayang berusia 21 tahun dari pasangan Bapak Abdul Kasim dan Ibu Mahni. Pada usia 14 tahun dokter mendiagnosa Rahman mengalami kaki bengkok, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, di usianya yang ke-18 tahun, Rahman mengalami gagal ginjal.
Bagai jatuh tertimpa tangga, mungkin ini peribahasa yang tepat menggambarkan kondisi Rahman, tepat di tahun 2010 sebelum kejadian gagal ginjal dan kaki bengkok, Ia mengalami kecelakaan motor.
“Anak saya mengalami kecelakaan saat ia duduk di kelas 2 SMP, usia 13 tahun. Ketika itu ia mengalami kecelakaan dengan luka yang tidak serius. Bahkan tak tampak sedikit pun lecet di tubuhnya,” ucap Ayah Rahman.
Siapa sangka, satu tahun berlalu sejak kecelakaan terjadi, Rahman tidak bisa berjalan dan berimbas pada kerusakan organ di dalamnya.
“Melihat anak saya merasa sakit, saya pun tak tinggal diam. Saya sambangi puskesmas hingga klinik, namun selalu berakhir referensi ke rumah sakit besar yang berada di luar pulau,” kata Abdul Kasim.
Dokter menyebut, tulang kaki Rahman bengkok hingga harus menjalankan operasi dan diarahkan ke Rumah Sakit (RS) yang berada di luar pulau namun membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
“Belum sempat beroperasi, kondisi Rahman semakin drop dan sangat memprihatinkan. Setiap hari ia harus menggunakan kruk atau tongkat untuk berjalan. Tak terhitung berapa pinjaman untuk merayakan kesembuhan putra semata wayang saya,” lanjut Sang Ayah bercerita dengan nada yang sendu.
Tahun 2020, ujian Rahman belum berakhir. Kali ini ia divonis gagal ginjal kronis yang ternyata imbas dari kecelakaan sehingga mengharuskan ia rutin melakukan cuci darah dan tim Respon Darurat Kesehatan (RDK) Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Nusa Tenggara Barat (NTB) membantu melakukan penggalangan dana di akun crowdfunding kitabisa.com.
“Tahun 2021 Satu tahun setelah divonis gagal ginjal, kami bertemu RDK LKC Dompet Dhuafa NTB dibantu penggalangan dana, diantar berobat di RSUD Provinsi NTB dan Rahman diantarkan cuci darah secara rutin dua kali dalam seminggu,” kata Ayahnya.
“Kami tim RDK LKC Dompet Dhuafa NTB rutin mengantarkan dan mendampingi Rahman untuk mencuci darah dua kali seminggu yaitu di hari Senin dan Kamis ke RSUD Provinsi NTB, kami biasa menjemput Rahman langsung di kediamannya di Dusun Bun Beleng, Desa Sekotong Timur, Kec. Lembar, Kab. Lombok Barat, NTB yang jaraknya kurang lebih dari kantor 50 KM dengan jalur pegunungan yang licin berbatuan sehingga kami biasa menunggu di tengah jalan karena kendaraan Ambulance kami tidak bisa sampai ke rumah Rahman langsung,” jelas Zulkarnaen Khotibi selaku Kepala LKC Dompet Dhuafa NTB.
Namun, pada hari Senin, 4 Desember 2023 pukul 00.30 WITA, Rahman menghembuskan nafas terakhir. Menurut kesaksian orang tuanya, Rahman mengeluh sesak napas dan ia meminta orang tuanya membawa ke pusat layanan kesehatan.
“Malam itu sedang hujan lebat dan mengingat akses menuju layanan pusat kesehatan terdekat (PKM) harus dengan motor atau mobil 4x4 karena jalanannya belum diaspal,” jelas Ayahnya.
“Saya berniat menunggu hujan agak mulai reda karena kendaraan satu-satunya yang bisa digunakan hanya motor. Namun, kondisi Rahman semakin memburuk dan akhirnya berakhirnya nafas terakhir di rumahnya, sebelum sempat lari ke fasilitas terdekat,” lanjutnya.
“Dan saya juga berterima kasih kepada tim RDK LKC Dompet Dhuafa yang sudah selalu membantu kami antar jemput dari rumah ke RS untuk cuci darah,” ujarnya.
“Rahman selalu cerita ke kami bahwa dia ingin sembuh, dia ingin sekolah, bermain seperti anak seusianya, mendengarkan dan melihat semangatnya terkadang kami meneteskan air mata mendengar keinginannya,” ucap Zulkarnaen.
Oleh Amira N (Editor: Budi S) - 14 Des 2023 - 00:00:00